Ticker

20/recent/ticker-posts

Advertisement

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM SYAH WALIALLAH

Daftar Isi [Tampil]


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Berbagai praktek dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah Saw dan Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun merupakan empiris yang dijadikan pijakan bagi para cendekiawan Muslim dalam melahirkan teori-teori ekonominya. Satu hal yang jelas, fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan dan kebebasan, yang tidak lain merupakan objek utama yang menginspirasikan pemikiran ekonomi Islam sejak masa awal.
Makalah ini akan membahas pemikiran ekonomi Islam Syah Waliallah pada fase ketiga yang dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 masehi yang merupakan fase tertutupnya pintu ijtihad (independent judgement) yang mengakibatkan fase ini di kenal juga sebagai fase stagnasi. Pada fase ini, para fuqaha hanya menulis catatan-catatan para pendahulunya dan mengeluatkan fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi masing mashab. Namun demikian, terdapat sebuah garakan pembruan selama dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali kepada Al-Qur’an dan al-hadist nabi sebagai sumber pedoman hidup.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Syah Waliallah ?
2.      Apa saja karya-karya Syah Waliallah ?
3.      Bagaimana pemikiran ekonomi Islam Syah Waliallah ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui biografi Syah Waliallah.
2.      Untuk mengetahui karya-karya Syah Waliallah.
3.      Untuk mengetahui pemikiran ekonomi Islam Syah Waliallah.

BAB II
PEMBAHASAN

Syah Waliallah (1114-1176H/1703-1762M)
A.    Biografi   
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H.[1]Dia dijuluki “Shah Waliullah” yang berarti sahabat Allah karena kesalehan yang ia miliki. Dia memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari Al-Quran pada usia tujuh. Dia adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.
Bapanya, Shah Abdul Rahim, adalah seorang sufi dan teolog reputasi besar. Dia adalah ahli pengasas dan guru daripada Madrasah-i-Rahimiyah di Delhi. Shah Abdul Rahim dikaitkan dengan penyelesaian yang terkenal teks hukum Islam, Fatawa-i-Alamgiri. Dari sisi genealogisnya (nasab), al-Dihlawi hidup dalam keluarga yang mempunyai silsilah keturunan dengan atribut sosial yang tinggi di masyarakatnya. Kakeknya (Syaikh Wajih al-Din) merupakan perwira tinggi dalam tentara kaisar Jahangir dan pembantu Awrangzeb (1658-1707 M) dalam perang perebutan tahta.[2]
Masa tinggalnya di Hijaz banyak mempengaruhi pembentukan pemikiran al-Dihlawi dan kehidupan selanjutnya. Di tempat itu, ia belajar hadis, fikih, ajaran sufi pada sejumlah guru yang istimewa di sana, seperti Syekh Abu Thahir al-Kurdi al-Madani, Syekh Wafd Allah al-Makki al-Maliki, dan Syekh Taj al-Din al-Qala’i al-Hanafi.[3]
Shah Waliallah menerima gelar akademik dan pendidikan rohani daripada ayahnya. Dia hafal Al-Quran dan memperoleh pengetahuan tentang Tafsir, Hadis, spiritualisme, mistisisme, metafizik, logik, dan Ilm-ul-Kalam ketika masih di zaman kanak-kanaknya. Setelah menguasai mata pelajaran ini, dia mengalihkan perhatian pada Shahih Bukhari dan Fiqih Islam. Beliau juga belajar ilmu perubatan dan Thibb. Setelah memperoleh pengetahuan ini, ia mengajar di Madrasah ayahnya selama 12 tahun. Dia berangkat ke Saudi pada tahun 1730 untuk pendidikan tinggi. Selama tinggal di Saudi, ia dipengaruhi oleh Syeikh Abu Tahir bin Ibrahim, seorang sarjana terkenal pada waktu itu. Beliau belajar di Madinah selama 14 tahun, di mana ia memperoleh gelar Sanad dalam Hadis. Hal ini diyakini bahwa sementara Shah Waliallah berada di Saudi, ia diberkati dengan visi Nabi (SAW). Dia juga merupakan keturunan Ulama besar India Mujaddid Alfi Sani Syeikh Ahmad Sirhindi dan diberitakan bahwa ia akan berpengaruh dalam menetapkan pembaharuan Muslim di India.
Pada saat ia kembali ke Delhi pada bulan Julai 1732, penurunan kekayaan Mughal telah bermula. Sosial, politik, ekonomi dan kondisi keagamaan umat Islam sangat miskin. Shah Waliallah percaya bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam adalah kerana ketidaktahuan mereka tentang Islam dan Al-Quran. Oleh karena itu, dilatih secara pribadi sejumlah pelajar yang diamanahkan dengan tugas penyebaran Islam. Dalam rangka untuk menyebarkan ajaran Islam dan membuat Al-Quran lebih mudah diakses oleh orang-orang, ia menterjemah Quran ke Parsi, yang utama dan Bahasa umum daripada orang-orang pada waktu itu. Dia juga berusaha mengurangkan berbagai perbedaan dari banyak kumpulan sektarian yang berlaku saat itu.
Shah Waliallah juga membuat upaya untuk mengangkat politik umat Islam di India. Dia menulis surat kepada Ahmad Shah Abdali untuk membantu warga Muslim di India dalam menghancurkan Marhattas, yang terus-menerus ancaman bagi Empayar Mughal runtuh. Pada 1761, Ahmad Shah Abdali, sebagai tanggapan terhadap Shah Waliallah telefon, diakibatkan kekalahan di Marhattas di Panipat. Shah Waliallah bertanggungjawab atas kebangkitan di masyarakat keinginan untuk kembali semangat moral dan mempertahankan kemurniannya. Dia dikebumikan di 1762. Putra dan pengikut-cakap meneruskan kerja dan misi mulia.

B.     Karya - Karya
Shah Waliallah adalah seorang penulis yang produktif dan menulis secara menyeluruh di Fiqh dan Hadis. Dia akhirnya menulis 51 buku; 23 di Arab dan 28 dalam Bahasa Parsi. Di antara yang terkenal adalah karya Hujjat-Ullah-il-Balighah dan Izalat-ul-Khifa.
Karya Syah Waliullah Al Hujjatullah Al Balighah fi Asrar Asy Syar’iyah (The conclusive argument from God) berisi tentang rahasia syari’at dan filsafat hukum Islam. Dalam kitab ini dibahas secara terinci faktor-faktor yang membantu pertumbuhan keadaan masyarakat. Kitab yang lainnya yaitu :[4]
1)      Al Fath al Munir fi Gharib Al Qur’an tentang tafsir Al Qur’an,
2)      Az Zahrawain tafsir QS Al Baqarah dan Ali Imran,
3)      Al Mushaffa   syarah dari   kitab Al Muwaththa karya Imam Malik,  
4)      Al Maswa merupakan syarah kitab Al Muwaththa karya Imam Malik,
5)      An Nawadhir min Ahadits Sayyid al Awa’il wa al Awakhir tentang hadits,
6)      Tarajum al Bukhary tentang hadits,  
7)      Syarh Tarajum Ba’d Abwab al Bukhary tentang hadits,
8)      Al Arbain Hadtsan tentang hadits,
9)      Ta’wil al Ahadits tafsir tentang kisah para nabi,
10)  Al Budur al Baziqah dalam ilmu kalam,
11)  ‘Aqd al Jayyid fi Ahkam al Ijtihad wa at Taqlid tentang persoalan ijtihad dan taqlid,
12)  Al Insyaf fi bayan Asbab al Ikhtilaf bain al Fuqaha wa al Mujtahidin tentang munculnya perbedaan pendapat ahli fiqih,
13)  Ad Durr as Samin fi Mubasyarah an Nabi al Amin tentang keutamaan Nabi Muhammad Saw,
14)  Al Maktubat, tentang kehidupan Rasulullah yang merupakan kumpulan risalah yang ditulis ayahnya Abd Rahim Ad Dihlawi,
15)  Al Khair al Kasir tentang akhlaq.  
16)  Al Irsyad ila Muhimmat ‘Ilm al afsad, dalam bidang filsafat.
17)  As Sirr al Maktum fi Asbab Tadwin al ‘Ulum, tentang filsafat.
18)  Al Fauz Al Kabir Fi Ushul Tafsir Al Lamahat, tentang fiqih masih dalam bentuk manuskrip.
19)  Izalat Al Khafa ‘An Khilafat Al Khulafa Al anshaf Fi Bayan Asha Al Ikhtilaf Baina Al Fuqaha Wa al Mujtahiddin Al Maktub al Madani , tentang hakekat tauhid,
20)  Husn al Aqidah, tentang aqidah / tauhid,
21)  Atyab an Nuqam fi Madh Sayyid al Arab wa al Ajam. Al Muqadimah as saniyah fi Intisar al Firqah as Sunniyah, dalam pemikiran fiqih dan kalam.
22)  Qaul Al Jamil Fi Bayan Sawa Al sabil Fi Suluk Al Qadariyah, Al Jitsiyah Wa Naqsyabandiyah. ‘Iqd al jayid Fi ahkam Al Ijtihad Wa al Taqlid. Al Intibah Fisalasil Auliya Allah Tasawwuf ki Haqiqat Au Uska Falsafa Tarikh.  Syifa al Qulub (Terapi hati), Al Tafhimat al Ilahiyah (Uraian-uraian Ilahiyah), dalam bidang filsafat dan teologi (ilmu kalam), dan
23)  Diwan as Syi’r Arabi, tentang sastra.

C.      Pemikiran
      Pemikiran ekonomi Shah Waliallah dapat ditemukan dalam karyanya yang terkenal berjudul, Hujjatullah al-Baligha, di mana ia banyak menjelaskan rasionalitas dari aturan-aturan syariat bagi perilaku manusia dan pembangunan masyarakat. Menurutnya, manusia secara alamiah adalah makhluk sosial sehingga harus melakukan kerja sama antara satu orang dengan orang lainnya. Kerja sama usaha (mudharabah, musyarakah), kerja sama pengelolaan pertanian, dan lain-lain. Islam melarang kegiatan-kegiatan yang merusak semangat kerja sama ini, misalnya perjudian dan riba.[5]Kedua kegiatan ini mendasarkan pada transaksi yang tidak adil, eksploitatif, mengandung ketidakpastian yang tinggi, dan beresiko tinggi.
Ia menganggap kesejahteraan ekonomi sangat diperlukan untuk kehidupan yang baik. Dalam konteks ini, ia membahas kebutuhan manusia, kepemilikan, sarana produksi, kebutuhan untuk bekerjasama dalam proses produksi dan berbagai bentuk distribusi dan konsumsi. Ia juga menelusuri evolusi masyarakat dari panggung primitif sederhana dengan budaya yang begitu kompleks di masanya. Ia juga menekankan bagaimana pemborosan dan kemewahan yang diumbar akan menyebabkan peradaban menjadi merosot. Dalam diskusinya tentang sumber daya produktif, ia menyoroti fakta bahwa hukum Islam telah menyatakan beberapa sumber daya alam yang menjadi milik sosial. Ia mengutuk praktek monopoli dan pengambilan keuntungan secara berlebihan dari lahan perekonomian. Ia menjadikan kejujuran dan keadilan dalam bertransaksi sebagai prasyarat untuk mencapai kemakmuran dan kemajuan.
Shah Waliallah membahas perlunya pembagian dan spesialisasi kerja, kelemahan dari sistem barter, dan keuntungan dari penggunaaan uang sebagai alat tukar dalam konteks evolusi masyarakat dari primitif ke negara maju. Menurutnya, kerjasama telah membentuk satu-satunya dasar hubungan ekonomi yang manusiawi dan Islami. Transaksi yang melibatkan bunga memiliki pengaruh yang merusak. Praktek bunga menciptakan kecenderungan untuk menyembah uang. Hal ini menyebabkan masyarakat berlomba-lomba dalam memperoleh kemewahan dan kekayaan. Poin paling penting dari filsafat ekonominya adalah bahwa sosial ekonomi memiliki pengaruh yang mendalam terhadap moralitas sosial. Oleh karena itu, kejujuran moral diperlukan untuk membentuk tatanan ekonomi.[6]
Untuk pengelolaan negara, maka diperlukan adanya suatu pemerintah yang mampu menyediakan sarana pertanahan, membuat hukum dan menegakkannya, menjamin keadilan, serta menyediakan berbagai sarana publik seperti jalan dan jembatan. Untuk berbagai keperluan ini negara dapat memungut pajak dari rakyatnya. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan kegiatan negara yang penting, namun harus memerhatikan pemanfaatannya dan kemampuan masyarakart untuk membayarnya.
Berdasarkan pengamatannya terhadap perekonomian di Kekaisaran India, Waliallah mengemukakan dua faktor utama yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dua faktor tersebut, yaitu: pertama, keuangan negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang tidak produktif; kedua, pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya, perekonomian dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang didukung oleh administrasi yang efisien. [7]










BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H. Dia dijuluki “Shah Waliullah” yang berarti sahabat Allah karena kesalehan yang ia miliki. Dia adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.
Karya Syah Waliullah Al Hujjatullah Al Balighah fi Asrar Asy Syar’iyah (The conclusive argument from God) berisi tentang rahasia syari’at dan filsafat hukum Islam. Dalam kitab ini dibahas secara terinci faktor-faktor yang membantu pertumbuhan keadaan masyarakat.
Syah Waliallah mengemukakan dua faktor utama yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi yaitu: pertama, keuangan negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang tidak produktif; kedua, pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya, perekonomian dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang didukung oleh administrasi yang efisien

B.       Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Chamid Nur. 2010.  Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Mahfudz  Asnawi. 2010.  Pembaharuan Hukum Islam; Telaah Manhaj Ijtihad Shāh Walī Allāh al-Dihlawī. Yogyakarta: Teras
Munawir. Tipologi Pembagian Hadis Risālah dan Ģairu Risālah; Studi Pemikiran Hadis al-Dahlawi dalam  Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis.
Nasution Harun. 1992. Pembaruan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan Jakarta: Bulan Bintang


                [1]Munawir, Tipologi Pembagian Hadis Risālah dan Ģairu Risālah; Studi Pemikiran Hadis al-Dahlawi dalam  Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 10, hlm. 114.
                [2]Asnawi Mahfudz, Pembaharuan Hukum Islam; Telaah Manhaj Ijtihad Shāh Walī Allāh al-Dihlawī (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 33-34
[3] Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 20
                [4]Http://www.ensikperadaban.com/?TOKOH_%26amp%3B_INTELEKTUAL_MUSLIM_KONTEMPORER:Pembaharu:Syah_Waliyullah
[5] Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2010), hlm. 303-304

Posting Komentar

0 Komentar